Kamis, 04 Januari 2018

3 Years of Our Marriage

04 Januari 2018,
3 Years of Our Marriage...

3 tahun, ini mah masih seumur jagung. Coba liat orang tua kita yang puluhan tahun, emang pernah ngeluh di status atau di blog tentang perjuangan hidup mereka mulai dari anak belum lahir sampe anak nya ngelahirin anak lagi hehehe.. 

3 tahun, buat saya dan suami emang gak begitu banyak cerita-cerita romantis sih soalnya emang gak begitu banyak waktu yang kita habisin bareng-bareng. 

3 tahun, banyak keberkahan dihadirkan oleh Allah SWT di pernikahan kami. Alhamdulillah sehat-sehat, rezeki lancar ada aja dari yang gak kami sangka-sangka, karir dan study saya serta suami yang gak terlalu banyak hambatan serta impian-impian kami yang banyak terwujud di tahun ke 3 ini.

3 Years of Marriage...

Semoga semakin kuat iman dan taqwa kami, semakin banyak meminta sama Allah SWT agar keluarga kami senantiasa sakinah, mawaddah, warrahmah. Saling mendukung dikala susah, saling mengingatkan dikala senang dan saling melengkapi dan mengisi dalam kekosongan.

3 Years of Marriage..

" Mungkin memang tidak harus semua orang tau dan paham, bahwa penantian terbesar gw saat ini lebih sederhana dari penantian seorang buah hati, yaitu menanti suami pulang dengan oleh-oleh gelar doctor, lalu tinggal bersama tanpa terpisah negara and i'm ready for a new chapter in my life. Bagi orang itu sederhana, tapi bagi kami, sungguh bermakna. "

Pernikahan kami terlalu sederhana kalau yang dibahas hanya soal kehadiran anak di keluarga kecil kami walaupun pasangan mana yang gak pengen kan ya, kami masih terus berdoa dan ikhtiar kok dan semoga disegerakan dan dipantaskan menjadi orang tua. Tapi diluar daripada itu banyak banget tantangan lainnya selama menjalani Long Distance Marriage ini.

Berat, ketika memilih tetap kerja atau memilih resign ikut suami dengan membayar penalty yang saat itu kami gak punya uang sebanyak itu. Menjalankan 3 tahun ( Yak 3 tahun) berstatus istri namun terpisah jarak dengan suami. Berjuang, dikejamnya Jakarta dengan berbagai problem kerjaan, sendiri.

Berat, ketika memilih tinggal seorang diri dirumah, mengurus rumah mungil sendiri. Jadi pembantu, maintenance, tukang kebun, security, semua sendiri. Lampu mati ganti sendiri, keran rusak cari sendiri ganti sendiri, elektronik rusak urus sendiri dan yang lebih penting daripada itu semua,  melawan ketakutan saat malam datang dirumah seorang diri sambil berdoa, ya Allah tolong jaga hamba dari gelap dan kejamnya malam.

Berat, ketika memilih untuk tutup telinga dari omongan orang. Kalau dikantor, orang mungkin lebih tau kepribadian dan history kita. Jadi dalam menilai biasanya cenderung lebih benar dan tepat sasaran. Walaupun ada satu atasan yang suka menasehati kayak, " Kamu kenapa gak ikut suami aja. Ridha suami kan paling utama " Lah emangnya, bapak kira suami udah nangis-nangis suruh gw ikut ke Taiwan tapi gw yang kekeuh gak mau resign?? Hehehe. Lagi-lagi, tutup telinga kenceng-kenceng.

Tapi gak sama dengan orang-orang sekitar tempat tinggal kita. Mereka memang belum mengenal kita banget alias cuma saat kita bersosialisasi diluar rumah,  which is hanya saat weekend duduk-duduk sore, saat acara kumpul-kumpul atau saat arisan. Nah sekarang gw jadi pengen nanya, apa yang ada dipikiran kalian saat melihat ada 1 rumah isinya perempuan masih terbilang muda lah dilingkungan itu, katanya punya suami tapi tinggal sendirian, suami pulang 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali ( karena taunya saat suami pulang aja, saat aku yang nyamperin suami sih dia gak pernah tau). Terus kalau liat gitu, ayo jujur mikirnya apa?? Nah masalahnya ada yang ngira istri simpenan dan ada yang ngira janda muda. Ahahahahahahahahah.. WHAATTTT??? And this really happened to me. Aku kudu piye? Lah kalo istri simpenannya potongan Jennifer Dunn sih kayaknya layak ya, lah kalo istri simpenan kayak ibu-ibu penjual lontong sayur di pasar masa tega bikin gosip gitu hahahahahaha... Ya lagi-lagi tutup telinga aja deh. Tapi sempet kepada seorang tetangga aku pernah cerita, aku bilang, " kita gak bisa maksa orang lain menilai kita kayak apa. Karena ini adalah resiko atas pilihan yang kami ambil. Saat perempuan tinggal sendiri mungkin tantangannya adalah rawan fitnah. Kita gak bisa maksa dia untuk dengar klarifikasi kita. Yang aku butuhkan adalah bersabar karena suatu ketika akan tiba masa dimana suami pulang dia dia setiap hari dirumah. Saat itu semua akan terjawab. " 

Well gak adil kayakna cuma bahas pengorbanan dari sisi istri doang ya hehehe. Gw yakin suamipun merasakan pengorbanan yang sama, sama beratnya, namun sekuat tenaga dia tutupi. 

Berat, ketika memilih untuk makan dikantin dengan menu seadanya, padahal dirumah istrinya bisa masakin dia apa aja sekenyang-kenyangnya.

Berat, ketika memilih untuk tinggal di asrama. Sharing segala hal dengan teman, padahal di indonesia punya tempat tinggal yang Insya Allah nyaman dan sudah 2 tahun dia gak bisa bener-bener menikmati rumah kami.

Berat, ketika harus memilih untuk menonaktifkan semua social media (instagram, facebook, twitter, kaskus, youtube dsb) padahal siapapun termasuk gw udah susah lepas dari makhluk-makhluk itu, tapi dia lakukan dengan harapan semua selesai tepat waktu. Hampir ga pernah keluar buat jalan-jalan atau explore kecuali kalau gw yang lagi liburab disana. Hampir setiap hari hanya diruang kerja. Kalau gw mgkn udah nangis gila hahahaha..

Berat, ketika memilih untuk tetap kerja sampingan dan proyekan, padahal beban tugas-tugas professor juga berat terpaksa dilakukan untuk tambahan karena saat setahun lalu beasiswa udah gak ada, mengandalkan gaji dari professor aja sudah pasti tidak cukup boro-boro ditabung, untuk biaya hidup atau biaya operasional aja udah pengiritan maksimal. 

4 tahun mengejar gelar PhD. Terkesan kayak buang-buang waktu sih ya. Dulupun aku mikir begitu. Tapi gw tanamkan dalam hati bahwa saat ini kami sedang menanam investasi besar untuk kehidupan dan masa depan kami. Jadi kalau ada yang bilang, " Susah cari kerja kalau lulusan S3 " atau " Eh di tempatku ada lulusan S3 gak bisa kerja, pola pikirnya beda" atau " Sekarang yang S3 itu udah banyak jadi gak special lagi kayak dulu  ( banyak? Lah situ msh S1 aja wkwkwkwk) " atau " S3 paling jadi dosen berapa sih gaji dosen". Sorry to say, you guys mainnya kurang jauh pulangnya kurang malem, kalau cuma bisanya ngomong doang sih anak TK jaman now juga bisa hehehe. Lhaaa kok gw jadi nyinyir. Engga soalnya lucunya yang ngomong gitu juga anak kemarin sore yang baru kerja belum ada 5 tahun mungkin gajinya gede tapi seolah-olah udah hebat banget gitu hehehe.. ( padahal gaji sama beasiswa suami mungkin 11-12) 😂😂😂 Jadi iyain aja daripada ntar kalo dijawab jatuhnya sombong yekeen. 

Dari Abu Hurairah ra., Rosululloh Muhammad saw. bersabda :

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau – kalau tidak dapat berkata yang baik, hendaklah ia berdiam diri saja”

Jadi kalau saya diam terus tutup telinga lagi rapat-rapat hahaha..

Gak berasa nulis ngalor ngidul eh taunya udah berapa paragraf aja. Saat nulis ini ada harapan dan kepercayaan diri yang begitu besar akan kepulangan suami di tahun ini setelah dapet kabar gembira di tanggal 1 awal tahun 2018. Semoga apapun yang kami yang harapkan dan kami cita-citakan lewat doa, Allah mendengarnya. Amin ya Rabbal Alamiin..

3 years of marriage and still counting Insya Allah...



Depok, 04 Januari 2017
Istrimu, Lia